Tuesday, April 10, 2007

Buku 4

Industri Kerajinan Gerabah di Indonesia


Catatan Penulis

Alhamdulillah, buku saya yang keempat berjudul "Industri Kerajinan Gerabah di Indonesia" telah terbit. Buku ini ditulis oleh dua orang, saya sendiri dan Dhorifi Zumar.

Penulisan buku ini tergolong sangat cepat. Awalnya kami merasa tidak mampu menulisnya, karena waktu yang dibutuhkan hanya 3 minggu. Sedangkan nara sumber yang ada berada di luar Jakarta, sebut saja kerajinan gerabah di NTB, Yogjakarta, Bandung, Purwakarta, Cirebon dll.

Namun berkat kehendak Allah dan rasa tanggung jawab karena mengemban amanah dari Departemen Perindustrian (Depeprin) bekerja sama dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), akhirnya buku ini bisa di launching di aula Deprin oleh Ketua Umum Dekranas, Hj Mufidah Jusuf Kalla dan Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Depeprin, Sakri Widhianto.

Acara launching bertepatan dengan pembukaan Pameran dan Penjualan produk kerajinan Anyaman dan Gerabah bertempat di Plasa Pameran Depeprin, Jakarta pada 20-24 Maret 2007. Pameran ini dihadiri oleh 40 perajin dari berbagai daerah, seperti Jambi, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogjakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca. Amien


Jakarta, 20 Maret 2007

Fathurroji NK



Buku 3

Refleksi DR HM Bhakty Kasry
Memadukan Bisnis dan Dakwah


Pengantar Penulis

Nada dering ayat al-Qur’an surah ar-Rahman terdengar dari telepon seluler di atas meja pemilik PT Pandu Siwi Sentosa, DR HM Bhakty Kasry. Tiba-tiba, dengan suara lantang, “Iyyakana’budu wa iyyakanasta’in, kau jangan minta tolong ke aku, mintalah tolong kepada Allah. Kau sekarang ada di Makkah perbanyaklah doa mohon ampunan Allah dan minta pertolongannya…”
Demikian penggalan kalimat-kalimat yang meluncur dari Bhakty Kasry saat menjawab telepon dari salah satu karyawannya di Makkah. Bhakty bukanlah seorang mubaligh namun untaian kalimatnya kerap dibarengi dengan ayat-ayat al-Qur’an atau hadis saat memberikan pengarahan kepada karyawannya.

Kebiasaan memberikan mutiara hikmah ini berlangsung setelah Bhakty ditinggal ketiga orang yang dicintainya, Bapak, Ibu dan Putranya. Sejak itulah ia aktif mengikuti pengajian dan dekat dengan para ustad. Bahkan sekarang, Bhakty merupakan sosok pengusaha yang peduli terhadap kegiatan syiar Islam.

Berangkat dari kenyataan yang ada, penulis memberi judul buku ini, “DR H Muhammad Bhakty Kasry : Memadukan Bisnis dan Dakwah, Refleksi Menjelang 15 Tahun PT Pandu Siwi Sentosa”. Alasannya, karena Bhakty selalu berupaya menjadikan setiap pekerjaannya adalah bagian dari ibadah kepada Allah.

Perjalanan karir Bhakty dibilang cukup menarik untuk dijadikan pelajaran dan hikmah bagi pembaca. Kesuksesan yang ia raih saat ini merupakan bagian dari perjalanan panjang perjuangannya. Buah yang ia petik saat ini, hikmah dari ketekunannya menanam benih-benih di masa lalu. Mulai dari seorang Sales hingga menjadi pemilik perusahaan besar berbendera PT Pandu Siwi Sentosa.

Buku ini dibagi atas tujuh bab. Bab pertama berjudul Menggapai Mimpi Anak Perkebunan. Pada bab ini, penulis memaparkan pengalaman masa kecil Bhakty dan pergumulannya sebagai anak perkebunan. Gemblengan Kasry sebagai Krani perkebunan kepada Bhakty telah menjadikan sosok Bhakty anak yang ulet, tangguh dan pantang menyerah.

Bab kedua, bertajuk Salesman yang Jadi Pengusaha. Berkat didikan Kasry, Bhakty memulai perjalanan karirnya di Jakarta. Awalnya ia bekerja sebagai salesman di DHL, namun berkat ketekunannya dan semangatnya, ia mendapatkan beberapa penghargaan di DHL, hingga akhirnya ia memberanikan diri mendirikan perusahaan dengan bendera PT Pandu Siwi Sentosa.
Bab ketiga, bertema Menuai Berkah Doa Para Ulama. Kesuksesan Bhakty dalam berkarir tak lepas dari kedekatannya dengan ulama. Pasalnya, selain kegigihannya dalam bekerja, Bhakty juga sering mengundang para ustad untuk acara pengajian di kantornya. Berkat doa-doa para ustad inilah Bhakty merasa ketenangan dalam berbisnis.

Bab keempat, Berbagi Berkah dengan Masyarakat. Apa yang dihasilkan dari usahanya, tidak membuat Bhakty lupa daratan. Ia selalu menyisihkan hartanya untuk kegiatan amal, baik untuk kesejahteraan karyawan, kaum dhuafa, yatim piatu, pembangunan masjid atau sekolah atau untuk korban bencana alam.

Bab kelima, Membina Keluarga Sakinah. Bermula dari pertemuannya dengan Ellin Susemsiati di Taman Islamil Marzuki, hati Bhakty pun tertambat untuk meminangnya. Tiga tahun kemudian, Bhakty menjadikan gadis impiannya sebagai teman hidupnya. Lika-liku sebagai pengusaha yang mempunyai jadwal padat menjadi tantangan tersendiri bagi keberadaan keluarga Bhakty.
Bab keenam dan ketujuh, berisi komentar-komentar dari pihak keluarga dan para sahabat dan orang-orang yang pernah mengenal Bhakty. Di antaranya adalah Tuan guru Mustafa Umar, Habib Muhdor, Ja’far Umar Thalib, ust Tohri Tohir, Chandra Motik, dan lain sebagainya.

Atas terbitnya buku ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada HM Bhakty Kasry sekeluarga yang telah memberikan kepercayaan untuk mengabadikan sepenggal kisah perjalanan hidupnya, terutama dalam berjuang membangun usaha sendiri dan mengembangkannya hingga menjadi besar seperti saat ini.

Terima kasih kepada para sahabatnya yang telah bersedia mengisi beberapa kesan-kesan dalam buku ini, di antaranya adalah HM Hidayat Nur Wahid, Ust Muhammad Arifin Ilham, Johari Zein, Tuan Guru Mustafa Umar dan lainnya.

Begitu juga kepada istri saya tercinta, Puji Astutik yang meski dalam kondisi mengandung delapan bulan (anak pertama), selalu setia membantu meringankan beban penulisan buku ini.
Semoga Allah SWT, memberikan rahmat, hidayah dan maunah-Nya kepada kita, Amin ya Rabbal 'Alamien.

Fathurroji NK
Jakarta, 6 September 2006
Buku 2

Refleksi Iskandar Zulkarnain
Menjadi Global Tanpa Modal



Catatan Penulis

Alhamdulillah, telah terbit buku kedua saya dengan judul "Iskandar Zulkarnain, Menjadi Global Tanpa Modal, Refleksi 15 Tahun PT Internusa Hasta Buana".

Buku yang telah dilaunching pada bulan 30 April 2006 di Mangga Dua Square ini menghadirkan Cici Tegal sebagai presenternya dan didukung oleh grup Tim-Lo. Tak ketinggalan juga para karyawan dan keleuarganya juga ikut asyik menikmati acara puncak ulang tahun PT Internusa Hasta Buana.

Buku ini sengaja dibuat dalam rangka mengoreksi diri, instropeksi diri setelah 15 tahun Iskandar menjalani karirnya di dunia forwarding. Iskandar adalah sosok pengusaha sukses yang tak hanya berkutat dalam dunia bisnis. Tapi ia juga banyak mengabdikan dirinya untuk pengembangan ekonomi umat, melalui gerakan zakat.

Selain aktif di Baznas, ia juga aktif sebagai komisaris bank syariah di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia. Kiprahnya dalam bermuamalat di jalan Allah inilah yang diyakini Iskandar sebagai pintu berkah bisnis yang dijalaninya selama ini.

Ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari buku ini. Kisah-kisah perjalanan karirnya dilaluinya dengan penuh optimis, sembari tidak meninggalkan kewajibannya sebagai hamba Allah, yakni beribadah.

Iskandar memulai karirnya berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan ini, ia dapatkan melalui silaturrahmi. MEski tanpa modal, Iskandar bisa mengelola kepercayaan itu menjadi sebuah power dahsyat yang bisa mengantarkan karirnya melejit dengan pesat.

Demikian sekilas info, mohon maaf jika isi tulisan tidak bisa dipublikasikan di blogger ini karena panjangnya tulisan. Terima kasih.

Jakarta, 16 Agustus 2006
Fathurroji NK
Buku 1

Biografi H Ibrahim Soelaiman
Dari Keluarga untuk Umat



Pengantar Penulis

Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah SWT, buku ini bisa diterbitkan untuk mensyukuri nikmat Allah SWT yang diberikan kepada H Ibrahim Soelaiman diusiannya yang ke-69 tahun ini.

“Dari keluarga untuk ummat” begitu motto yang dipegang sosok pria paruh baya ini. Perjalanan sukses Ibrahim dibilang cukup menarik untuk dijadikan pelajaran dan hikmah bagi pembaca.

Kesuksesan yang ia raih saat ini merupakan bagian dari perjalanan panjang perjuangannya. Buah yang ia petik saat ini, hikmah dari ketekunannya menanam benih-benih di masa lalu. Mulai dari penjual cabe di pasar hingga menjadi pemilik yayasan Ibrasco Mandiri.

Buku ini terbagi menjadi enam bab. Bab pertama menggambarkan masa kecil dan remaja Ibrahim. Ternyata, masa kecil Ibrahim penuh dengan keprihatinan dan perjuangan, kendati ia terlahir dari seorang pedagang besar bernama H Ali bin Soelaiman dan Hj Rafi'ah.

Masa penjajahan Belanda dan Jepang, telah memporakporandakan perekonomian alm H Ali, sehingga keluarganya harus mengungsi ke daerah lain. Tak terkecuali, Ibrahim, diusianya yang masih anak-anak, ia sudah mulai terlatih mencari makanan di pantai.
Bayangkan, ketika pria kelahiran Ambon, 10 Maret 1937 ini masih duduk di bangku sekolah dasar, ia sudah terbiasa berjualan cabe dan sagu di pasar untuk membayar SPP di sekolah. Namun ia sosok yang tegar, diusianya yang masih anak-anak ia juga ikut berjuang dengan tentara melawan pemberontak Maluku Selatan hingga sekolahnya terputus beberapa bulan.

Bab dua menggambarkan masa-masa sulit yang dialami Ibrahim. Setelah tamat SD, ia hijrah ke Jakarta dengan menumpangi kapal tentara Batalyon Infantri 352 yang berpusat di Semarang di bawah pimpinan kolonel Slamet Riyadi.
Di Jakarta, Ibrahim melanjutkan sekolahnya hingga masuk Universitas Indonesia (UI), namun ia tidak bisa menyelesaikan belajarnya, pasalnya saat kuliah ia harus memenuhi nafkah untuk istrinya bernama Sa'adah. Bahkan ketika kelahiran anak pertamanya, ia harus menjual sepedanya untuk proses kelahiran sang anak.

Dengan ketekunan Ibrahim mencoba dagang beras di pasar. Tahun demi tahun usahanya berkembang pesat, hingga ia berhasil memborong cengkeh di Ambon untuk dijual kembali ke Jakarta. Bahkan ia berhasil menjalankan bisnis properti, hingga ia memiliki hektaran tanah, baik di Jakarta, Subang, Ambon, Lampung, Malaysia dan Singapura.
Bab tiga bertema sejengkal tanah untuk generasi. Dalam bab ini penulis paparkan bukti dari hasil kerjanya selama ini, di antaranya adalah kepemilikan kontrakan eks-patriat di Jakarta, tempat kos-kosan di Jakarta, hotel di Subang, apartemen di Anyer dan tanah yang diwakafkan untuk pembangunan pondok modern Gontor 9 di Lampung dan selainnya.

Bab empat, bertema dari keluarga untuk umat. Pada bab ini penulis uraikan bentuk pengabdian Ibrahim di bidang sosial keagamaan. Misalnya, ia pernah menjadi Ketua Kelompok Kerja (Pokja) penyelesaian konflik di Ambon, membantu pembangunan masjid di daerah Ambon, mendirikan masjid megah di Ciater, membangun tahfidzil Qur'an gratis, taman kanak-kanak gratis. Bahkan Ibrahim telah menyiapkan makam khusus untuk dirinya dan istrinya di samping masjid As-Sa'adah.

Bab kelima, penulis sajikan beberapa komentar dari sebagian keluarga Ibrahim. Sedangkan pada bab enam, dipaparkan komentar dari beberapa teman dekat Ibrahim.
Sebuah biografi tentulah berupa penuturan. Penulis mencoba menyajikan dengan sederhana, hal ini sesuai dengan harapan Ibrahim agar seluruh bentuk dan uraian ceritanya diungkapkan apa adanya. “Dek Fathur, tolong nulisnya yang biasa saja, tidak usah dilebih-lebihkan, apa adanya,” tuturnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada H Ibrahim Soelaiman telah memberikan kepercayaan untuk menulis buku Biografi ini. Jujur saja, ini merupakan pengalaman pertama penulis menulis buku Biografi dan digarap sendirian.
Tentang judul buku ini, “Dari Keluarga Untuk Umat” sengaja penulis pilih, karena sesuai dengan motto yang ia pegang selama ini. Hal ini terlihat dari kiprah dan perjuangannya dalam syiar Islam selama ini, semua dilakukan dari dana keluarga sendiri.

Terima kasih kepada keluarga dan para sahabatnya yang telah sudi mengisi bagian dari buku ini. Kepada Dr KH Abdullah Syukri Zarkasyi, MA (pimpinan pondok modern Gontor), Ust Muhammad Arifin Ilham (pimpinan majelis ad-Dzikra), Letjen TNI (Purn) Suaidi Marasabessy, SIP (Mantan Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia), Muhammad Noeh Hatumena (Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia), Mahladi selaku editor buku ini dan masih banyak lagi yang tak tertulis di buku ini.

Terima kasih juga kepada istri penulis, Puji Astutik, yang terus memberikan dukungan kepada penulis dan membantu dalam pengetikan buku ini.

Semoga Allah SWT, memberikan rahmat, hidayah dan maunah-Nya kepada kita, Amin ya Rabbal 'Alamien.

Jakarta, 01 Maret 2006
Fathurroji NK